Mengenal Gangguan Psikosomatis


Kondisi sakit fisik yang berkaitan erat dengan keadaan psikis disebut psikosomatis.

Psikosomatis berasal dari kata “psiko = psikis” dan “soma = badan atau tubuh”.

Hubungan Fisik dan Psikis:
Fenomena psikosomatis menunjukkan dua aspek dalam diri manusia, fisik dan psikis, memang berkaitan erat, kadang orang mengatakannya dalam hubungan antara mind, body, and soul.

Keadaan psikis yang terganggu menyebabkan timbulnya gangguan fisik, muncul sebagai gejala psikosomatis.

Sebaliknya, kita juga mengerti bahwa keadaan fisik juga memengaruhi keadaan psikis.

Contohnya, dalam keadaan mengalami nyeri karena patah tulang atau sakit gigi, seseorang dapat menjadi mudah marah dan merasa sangat menderita.

Pengetahuan dan kesadaran mengenai adanya hubungan timbal balik antara fisik dan psikis ini merupakan hal yang penting dalam usaha penyembuhan penyakit, terlebih-lebih pada keadaan psikosomatis ini.

Bila hal ini tidak disadari, penderita maupun penyembuh hanya akan berfokus pada aspek fisik. Akibatnya penyebab psikis tidak tertangani dan tetap akan menggejala entah sampai kapan.

Bagaimana memahami pengaruh keadaan psikis terhadap fisik tersebut? Secara sederhana kita dapat mempelajari dari pengalaman pribadi. Pada saat menghadapi situasi darurat, misalnya kebanjiran, biasanya kita merasa panik.

Dalam keadaan tersebut kita termotivasi mengambil tindakan secara cepat untuk menyelamatkan barang berharga, mematikan listrik, dsb. Dalam keadaan demikian, jantung berdebar lebih kencang, tekanan darah lebih cepat, otot-otot lebih siaga.

Hal tersebut menunjukkan bahwa keadaan emosi (berkaitan erat dengan motivasi) berpengaruh terhadap kerja sistem saraf kita yang disebut sistem saraf otonom. Sistem saraf ini berfungsi mengendalikan berbagai organ tubuh kita yang sangat vital seperti detak jantung, tekanan darah, tegangan otot, sekresi gula darah dari pankreas, suhu badan, dan lain-lain.

Itulah sebabnya, bila kita dalam keadaan stres, mengalami rasa kecewa yang serius dan sebagainya, sistem saraf otonom bereaksi seperti digambarkan di atas. Bila keadaan stres berkepanjangan, dapat dibayangkan keadaan tubuh terus-menerus dalam keadaan tidak seimbang, sehingga berkembang gejala gangguan fisik.

Lain halnya bila kita dalam keadaan rileks, sistem saraf otonom kembali berfungsi secara normal, menjaga organ-organ tubuh dalam keadaan seimbang (homeostatis). Dalam keadaan demikian kita merasakan tubuh dalam keadaan nyaman. Itulah sebabnya sungguh penting untuk menjaga agar pikiran dan emosi kita dalam keadaan tenang, apa pun yang sedang kita hadapi.

Kesadaran Akan Masalah

Jelas bahwa keadaan psikis yang tertekan dan dalam keadaan tidak bahagia dapat memicu timbulnya gangguan fisik, psikosomatis.

Untuk memulihkan kesehatan penderita psikosomatis tidak cukup bila hanya dilakukan pendekatan medis. Persoalan psikologis yang menjadi penyebab tentu juga harus diatasi.

Sayang sekali banyak di antara kita kurang menyadari ketika ada penyebab psikis yang memicu gangguan fisik yang dialami. Ketika orang lain mengingatkan akan adanya faktor pikiran, banyak orang cenderung menolak kemungkinan tersebut.

Banyak di antara kita yang cenderung tidak ingin melihat diri sendiri dalam keadaan lemah, kurang mampu mengatasi masalah. Tampaknya lebih nyaman untuk menilai bahwa gangguan kesehatan yang kita alami adalah karena kelelahan, karena salah makan, dan sejenisnya. Namun, bila kita buta mengenai keadaan diri kita sendiri, tentu saja tidak akan dapat mengatasi persoalan secara tepat.

Di sisi lain, sebagian orang mengakui dirinya memiliki persoalan psikis (stress, kecewa, konflik), tetapi cenderung melihat bahwa persoalan tersebut disebabkan orang lain atau keadaan yang tak dapat diatasi.

Dalam keadaan demikian kita tidak melihat kemungkinan penyebab dalam diri kita sendiri dan tidak akan melihat alternatif penyelesaian dari dalam diri sendiri.